Pada tanggal 14 April 1945, ketika Perang Dunia II hampir mencapai akhirnya, sebuah kapal selam Jerman, U-1206, sedang berpatroli di Laut Utara, sekitar 16 kilometer dari pantai Skotlandia.
Kapal ini, yang dikomandani oleh Kapten Karl-Adolf Schlitt, adalah salah satu kapal selam terbaru dalam armada U-boat Nazi, dilengkapi dengan teknologi canggih, termasuk sistem toilet bertekanan tinggi yang dirancang untuk digunakan di kedalaman laut. Namun, inovasi ini justru menjadi bencana yang tak terduga.
Awal Petaka di Dasar Laut
Hari itu, U-1206 sedang berada di kedalaman sekitar 60 meter di bawah permukaan laut. Para awak kapal menjalankan rutinitas mereka dengan waspada, karena perairan tempat mereka beroperasi penuh dengan kapal perang Sekutu yang terus memburu kapal selam Jerman. Kapal dalam kondisi sunyi, hanya suara dengungan mesin diesel yang bergema di ruang sempit.
Di tengah ketegangan itu, Kapten Schlitt memutuskan untuk menggunakan toilet kapal. Toilet di kapal selam ini bukan sembarang toilet. Karena tekanan air yang besar di kedalaman laut, sistem pembuangannya dibuat lebih kompleks.
Biasanya, hanya teknisi terlatih yang diperbolehkan mengoperasikannya. Namun, Schlitt yang kurang memahami mekanisme tersebut mencoba menggunakannya sendiri, kesalahan yang akan membawa kehancuran bagi seluruh kapal.
Saat Schlitt selesai, ia mencoba membuang limbah ke luar kapal, tetapi ia tidak menyadari bahwa katup tekanan belum diatur dengan benar. Kesalahan kecil ini menyebabkan air laut bertekanan tinggi menyembur masuk melalui sistem pembuangan. Dalam hitungan detik, air asin mulai membanjiri toilet dan merembes ke ruang mesin, tempat baterai utama kapal berada.
![]() |
Kapal selam U-1206. |
Baterai, Gas Beracun, dan Keputusan Fatal
Ketika air laut mengenai baterai kapal, reaksi kimia segera terjadi. Gas klorin beracun terbentuk dan menyebar ke seluruh ruangan. Para awak kapal segera menyadari bahaya ini. Napas mereka mulai tersengal-sengal, mata mereka perih, dan udara di dalam kapal berubah menjadi racun yang mematikan.
Kapten Schlitt dihadapkan pada keputusan tersulit dalam hidupnya. Ia bisa tetap di bawah air dan membiarkan gas klorin membunuh seluruh krunya, atau ia bisa naik ke permukaan, tetapi itu berarti mempertaruhkan nyawa mereka di hadapan kapal perang Inggris yang mungkin sedang mengintai. Dengan situasi semakin memburuk, ia tidak punya pilihan lain. Ia memerintahkan emergency surfacing, naik ke permukaan secepat mungkin.
Begitu U-1206 muncul di atas air, malapetaka lain menyusul. Beberapa pesawat patroli Inggris yang kebetulan berada di sekitar segera melihat kapal selam yang tiba-tiba muncul ke permukaan. Dalam waktu singkat, mereka melaporkan keberadaan U-1206 ke Angkatan Laut Inggris. Tidak lama setelah itu, kapal-kapal perang Inggris mulai bergerak mendekat untuk menyerang.
Akhir yang Tragis
Dengan kapal dalam kondisi rusak dan tidak mampu menyelam kembali, Schlitt menyadari bahwa U-1206 sudah tidak bisa diselamatkan. Ia segera memberikan perintah untuk meninggalkan kapal. Para awak kapal melompat ke laut yang dingin, berusaha menyelamatkan diri.
Beberapa dari mereka berhasil mencapai pantai Skotlandia dan ditangkap oleh pasukan Inggris. Namun, empat orang tewas bukan karena pertempuran, bukan karena torpedo musuh, tetapi karena kecelakaan teknis yang konyol: masalah toilet.
Kapal selam U-1206 akhirnya tenggelam ke dasar Laut Utara, membawa serta ironi perang yang pahit. Dalam sejarah peperangan laut, tidak ada kapal selam lain yang mengalami nasib seabsurd ini, hancur bukan karena musuh, tetapi karena kesalahan dalam menggunakan toilet.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa dalam perang, ancaman tidak selalu datang dari luar. Terkadang, ancaman terbesar justru berasal dari dalam, dari teknologi yang terlalu canggih untuk digunakan sembarangan, dan dari kesalahan manusia yang tampaknya kecil, tetapi bisa berakibat fatal.